Cerita Alumni : Riki Rikardo, dari Penebang Kayu hingga Field Specialist

“Saya yakin masih banyak orang lain seperti diriku di luar sana. Punya kemauan untuk terus sekolah dan memandang penting prestasi, namun tidak berdaya karena kesulitan ekonomi.”

Bagi Riki Rikardo inilah yang menjadi

 

penyemangatnya. Alumni Teknik Mekatronika Politeknik Caltex Riau ini tengah memetik hasil kerja kerasnya. Dilahirkan menjadi anak sulung dari empat bersaudara menjadikannya harus belajar menyiasati ekonominya. Lahir dari orang tua yang sehari-hari berladang, Riki sedari kecil terbiasa mencari pendapatan lain dengan bekerja di pencucian mobil di usianya 11 tahun.

“Tidak mudah menjadi anak pertama. Karena tidak ada kakak perempuan, mau tak mau, saya harus mengurus tiga adik, sementara orang tua kami bekerja seharian di ladang. Pekerjaan apa saja saya lakukan untuk  melanjutkan sekolah, mulai menjadi penyadap karet, pencetak batu bata, penebang hutan,” paparnya.

Perjuangan tak henti di situ, ayah Riki yang berpulang saat Riki baru duduk di bangku SMA pun menjadikannya pribadi yang harus membantu Ibu menanggung ekonomi keluarga. Terkadang budi baik tetangga menjadi penopang hidupnya.

“Setelah semua itu, saya berpikir bagaimana caranya saya bisa terus melanjutkan pendidikan selepas SMA. Kalau saya tidak kuliah hidup saya hanya akan berakhir sebagai Riki si penebang kayu atau pencetak batu bata saja,” jelasnya.

Namun semangatnya tak berhenti begitu saja. Berbekal juara III dalam peraih beasiswa Darmasiswa Chevron Riau, ia melanjutkan kuliah di Politeknik Swasta Terbaik Nasional yakni Politeknik Caltex Riau. Bersama sahabatnya Zul dan rekan lainnya mereka diperbolehkan untuk tinggal di mesjid PCR. Bergantian mengumandangkan azan dan bersama-sama menata mesjid menjadi kenangan tersendiri baginya.

“Saya memilih jurusan Mekatronika di Politeknik Caltex Riau (PCR). Saya diajarkan cara menciptakan dan merakit robot.Alhamdulillah, saya termasuk tim Kontes Robot Indonesia di mana PCR menjadi juara nasional. Untuk perkuliahan, hampir tiap semester saya meraih IPK tertinggi. Dan Alhamdulillah, pada 2009 saya lulus dan berhasil meraih IPK pemuncak dan diberi penghargaan untuk menyampaikan orasi mewakili mahasiswa PCR yang diwisuda,” kenangnya.

Melihat ibunya duduk di bagian paling atas, membuat keharuan dan syukur yang tiada henti. Anugerah hidup yang ia dapatkan sungguh menjadi pelajaran hidup tersendiri baginya. Pria yang juga menjabat sebagai Ketua Ikatan Alumni PCR ini kini telah bekerja sebagai  Field Specialist  di sebuah perusahaan multinasional yang bergerak di bidang pendukung operasi produksi minyak.

“Terima kasih PCR, dengan PCR semuanya menjadi nyata dan saya bisa menikmati sukses berawal dari PCR, thank you PCR,” ucapnya bangga.

  • Berita
Bagikan ke teman